jc cell

Minggu, 01 April 2012

Malem Dagang dan Manok Agam Saboh

BAGI orang Aceh, negeri Melaka tidaklah asing. Banyak sejarah berkait terjadi di sana. Khususnya dalam sejarah politik Melayu, Melaka sering diangkat ke permukaan sebagai negeri sejarah. Kerajaan Malaysia sendiri memberi lakab ke negeri Parameswara ini sebagai kota wisata sejarah. Menurut sejarah, kota ini pernah menjadi markas besar pasukan Portugis dalam ekspansi penjajahannya di Asia Tenggara ini. Dalam sejarah disebutkan bahwa Aceh pernah terlibat perang dengan Portugis selama 130 tahun (1511-1641) Salah satu upaya ‘membebaskan’ Melaka dari Portugis dilakukan oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Sultan ini merancang mengalahkan Portugis di Malaka (Lombard, 1985: 129). Sultan mempersiapkan kekuatan pertahanan, di darat dan di laut yang sangat besar dan kuat. Angkatan perang ini yang dipimpin laksamana Malem Dagang (Malem berasal dari bahasa Arab mualim, “orang yang tahu” (Lombard, 1985: 29).

Menurut sejarah Malem Dagang dengan armada Cakra Donya berhasil membebaskan Sumatra dan Semenanjung tanah Melayu dari penjajahan Portugis dan menjadi bagian dari kerajaan Aceh. Agaknya di sini posisi Laksamana Malem Dagang hampir mirip dengan mimpi Patih Gadjah Mada ketika ingin mempersatukan negeri-negeri di Nusantara dibawah Raja Jawa melalui Sumpah Palapa. Hanya saja, Melaka yang masih bisa dikuasai Portugis. Malem Dagang sangat dikagumi pihak asing. Dalam hikayat Aceh yang disalin dan dianotasi oleh Teuku Iskandar, Veth menyebut Laksamana Malem Dagang sebagai panglima besar yang memimpin armada terbesar di kepulauan Hindia, (Teuku Iskandar, 2001: 77). Karena jasa-jasanya, Malem Dagang sangat disayangi di mata Iskandar Muda. Hanya dialah yang bisa mengkritik Sultan Iskandar Muda bila keputusan-keputusan Sultan yang dapat mengancam kerajaan Aceh.

Laksamana Malem Dagang berhasil mempersatukan wilayah Sumatra dan Semenanjung tanah Melayu. Pada tahun 1629 M Iskandar Muda mempersiapkan ekpsedisi ke Malaka untuk mengusir Portugis. Dalam misi ini ada sekitar 250 kapal, antara kapal yang ada pada masa itu luar biasa besarnya, yaitu 100 kaki panjangnya dan 20.000 tentara. Pada awalnya, Iskandar Muda mempercayai Malem Dagang sebagai pimpinan ekspedisi ini. Namun Perdana Menteri Kerajaan Aceh, Maharaja Sri Maharaja, mendekati Iskandar Muda membujuk Sultan agar ekspedisi penaklukan Malaka tidak dipimpin oleh Malem Dagang. Saat Malem Dagang berangkat, Sultan Iskandar Muda malah terpengaruh dengan bisikan dan rayuan Maharaja Sri Maharaja. Disebutkan pula permaisuri istana, Putri Pahang (Putroe Phang), mendukung bujukan Maharaja Sri Maharaja. Di dalam situasi ini, posisi Malem Dagang dikerdilkan. Iskandar Muda melantik Maharaja Sri Maharaja sebagai pimpinan ekspedisi. Padahal Maharaja Sri Maharaja bukanlah ahli srategi perang dan berangkatlah ke Malaka. Adapun Malem Dagang memimpin angkatan darat. Kisah ini mengingatkan kita pada peristiwa Khalid bin walid yang dipecat oleh Umar bin Khattab dalam penaklukan Jerussalem.

Di Malaka, Malem Dagang menyerang Portugis di bukit S Joao dan berhasil menduduki bukit tersebut sehingga Portugis yang berada di dalam kota kucar kacir. Tetapi pimpinan ekspedisi Maharaja Sri Maharaja yang memang bukan ahli strategi perang membawa seluruh armada yang dipimpinya ke Sungai Pongor di Selatan Melaka, karena mengira kota telah diduduki oleh Malem Dagang, sehingga pertahanan laut lengah, mengakibatkan, Pada bulan Oktober tahun 1629 Nuno Alvarez Botello, Gubernur Portugis di Goa India, tiba di Malaka untuk membantu Pasukan Portugis yang sedang terkepung dan dia langsung menyekat muara sungai Pongor. Sehingga pasukan Aceh balik terkepung di hulu Sungai Pongor dimana Sri Maharaja juga turut di sana. Pada November 1629 Maharaja seri Maharaja gugur dan dimakamkan di Melaka. Sedangkan Laksamana Malem Dagang, yang sudah terperangkap di darat melanjutkan pertempuran dan berhasil ditangkap Portugis atas bantuan orang Pahang, sehingga Botello berseru: Inilah laksamana yang untuk pertama kali dikalahkan. Rencana awal Malem Dagang dibawa ke Lisabon, Portugal. Namun begitu Allah swt melindunginya, Malem menghembus nafas terakhir dalam perjalanan di lautan Hindia. Lombard menulis bahwa kegagalan misi ekspedisi ini sebagai sebuah bencana besar. Bagi sejarah pemerintahan kerajaan Aceh, ini juga merupakan tragedi besar karena selain Sri Maharaja dan Laksamana Malem Dagang yang gugur, juga seorang ulama besar yang cukup disegani yaitu Syekh Samsuddin Al-Sumatrani.

Manok agam
Kisah Laksamana Malem Dagang ini sebenarnya sudah pernah terjadi di dalam beberapa sejarah peperangan di dalam dunia Islam. Di dalam tradisi Aceh pengalaman Laksamana Malem Dagang juga terjadi sampai hari ini, yaitu perilaku poh seumupoh atau khianat adalah hal yang lumrah. Tradisi ini dikenal dengan istilah han jeut na manok agam. Sehingga yang muncul adalah upaya saling menjegal ketika ada peluang kekuasaan di depan mata. Uniknya karena tradisi manok agam ini pula, Aceh selalu kalah di ujung diplomasi.. Sehingga untuk membangun atau memberikan kontribusi, kita harus seolah-olah beraksi seperti seorang oposisi. Perilaku duek pakat hanya terjadi pada kalangan yang sefaham. Ideologi hanya dibatasi hanya pada kalimat awak kamoe, bukan karena ingin memperjuangkan nasib-nasib Aceh.

Sebenarnya kita menginginkan perilaku seperti Sri Maharaja tidak lagi dicontoh oleh generasi Aceh. Adapun yang perlu diperbanyak adalah semangat juang Laksamana Malem Dagang yang penuh kesetiaan dan loyalitas tinggi. Namun karena adanya tradisi manok agam, maka yang banyak muncul adalah perangai Sri Maharaja. Kawan didefinisikan karena kesamaan kepentingan, bukan kesamaan tujuan. Kita berharap diplomasi Aceh tidak berujung pada syo’ ujong. Karena harus diingat bahwa setelah kegagalan misi Sultan Iskandar akibat dari manok agam, pemerintah Iskandar Muda mulai melemah. Intrik di istana semakin merajalela hingga Sultan wafat pada tanggal 27 Ra’jab 1046/ 27 Desember 1636 M karena sakit setelah merajam putranya.

----------------
Penulis : M Adli Abdullah, peminat sejarah Aceh
Sumber : http://serambinews.com

0 komentar:

Posting Komentar